Baroindo.id_Pasal 38 Undang-undang BPJS menentukan Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Ada dua unsur penting dalam pasal tersebut yaitu kesalahan dan kerugian yang merupakan unsur utama perbuatan melawan hukum. Unsur kesalahan dan kerugian ada dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Pasal 38 Undang-undang BPJS merupakan dasar adanya hubungan hukum antara anggota Direksi BPJS dengan peserta sebagai pemilik dana jaminan sosial dan stakeholder terkait dalam pengelolaan dana jaminan sosial yang melahirkan hak dan kewajiban dari undang-undang. Hubungan yang dimaksud, diantaranya satu pihak berhak mengelola dana, pihak lain wajib menyerahkan dana, satu pihak wajib mengelola dana dengan penuh tanggung jawab, pihak lain berhak menuntut jika pelaksanaannya tidak bertanggung jawab.
Dengan kata lain, Pasal 38 Undang-undang BPJS merupakan sumber hukum timbulnya perikatan yang dimaksud. Perikatan yang timbul dalam pengelolaan dana jaminan sosial dari Pasal tersebut, beraspek keperdataan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Pasal 38 Undang-undang BPJS.
Dengan demikian, Pasal 38 Undang-undang BPJS merupakan dasar lahirnya perikatan dari undang-undang, antara Direksi BPJS dengan pihak lain, yang menimbulkan tanggung jawab Direksi untuk mengganti kerugian finansial yang timbul atas kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Pihak lain yang dirugikan atas kesalahan pengelolaan dana jaminan sosial terutama adalah peserta.
Pelaksanaan strategi investasi dana jaminan sosial merupakan area yang berisiko sanksi perdata bagi Direksi yang melakukan kesalahan dalam pengelolaan dana jaminan sosial. Berdasarkan PP 99/2013 dan PP 87/2013, pengelolaan dana jaminan sosial mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, termasuk hal krusial di dalamnya keputusan bisnis (business judgment rule) rancangan strategis investasi, pelaksanaan hingga pengawasan dan evaluasi investasi dana jaminan sosial.
Terkait business judgment rule, Indonesia menganut 3 (tiga) standar yang digunakan sebagai dasar pembenar suatu keputusan bisnis, yaitu keputusan bisnis yang diambil harus dengan itikad baik, dengan penuh tanggung jawab, dan tidak untuk kepentingan pribadi Direktur. Salah satu sebab dari pentingnya standar ini adalah agar mengurangi terciptanya inefisiensi pengadilan, yang ditandai dengan berkurangnya gugatan mayor maupun minor yang memakan waktu dan biaya yang besar. Ketiga standar itu dapat lebih dipertajam dengan (a) keputusan bisnis diambil dengan itikat baik; (b) direktur bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan atas kesalahan yang dilakukannya; (c) direktur dilarang memiliki conflict of interest dalam mengambil suatu keputusan bisnis.[1]
Oleh sebab itu, anggota Direksi BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan dalam membuat keputusan bisnis pengelolaan dana jaminan sosial dituntut berpegang pada standar dan prinsip business judgment rule. Direksi berpegang pada iktikad baik dan menghindari conflict of interest. (Adhi Kristian).
[1] Robert Prayoko, Doktrin Business Judgement Rule, Yogyakarta: Ghraha Ilmu, 2015, hlm.75
Catatan:
• Sumber tulisan dari Buku Pengantar Hukum Jaminan Sosial Kesehatan Indonesia, hal 207-209.
• Buku dapat diperoleh secara online melalui link berikut: BELI SEKARANG , atau WA