Baroindo.id_Yuridis formal, kata transformasi pertama kali muncul dalam Penjelasan Umum UU SJSN. Penjelasan umum, Alinea terakhir menyebutkan bahwa dalam undang-undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam undang-undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.
Kemudian kata transformasi muncul dalam konsiderans menimbang huruf c UU BPJS yang menyebutkan bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan undang-undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kata transformasi dalam konteks UU SJSN dan UU BPJS lebih lanjut, Baroindo menjabarkan dalam 5 (lima) hal pokok yaitu[1]:
- Perintah merubah Status Badan Hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014.
- Perintah mengalihkan Program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Program Pembayaran Pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan Paling Lambat Tahun 2029.
- Perintah mengalihkan Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan Paling Lambat Tahun 2029.
- Perintah merubah Status Badan Hukum PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan Per 1 Januari 2014.
Perintah mentransformasikan PT Askes dan PT Jamsostek tersebut berhasil dilaksanakan para stakeholder dan telah menjadi cacatan monumental bagi sejarah pembangunan jaminan sosial di Indonesia.
Jaminan Pensiun bagi Pekerja Sektor Informal Terabaikan
Program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua, telah berjalan. Melalui jalan tejal dan berliku, pencapaian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dalam mengimplementasi UU SJSN dan UU BPJS hingga saat ini layak mendapat apresiasi.
Jaminan Pensiun bagi sektor informal masih terabaikan. UU SJSN secara eksplisit, menyebutkan jaminan sosial meliputi JKK, JKM, JHT, dan JP diperuntukan bagi seluruh penduduk melului iuran wajib pekerja. Selain itu UU juga menyebutkan pelaksanaannya melalui mekanisme asuransi sosial, yakni asuransi yang sifatnya wajib bagi seluruh penduduk. Lima tahun pasca operasionalisasi, BPJS Ketenagakerjaan telah memberikan kemudahan akses yang sangat baik untuk program JKK, JKM, JHT, untuk seluruh penduduk. Namun untuk program JP, BPJS Ketenagakerjaan belum memberikan akses bagi pekerja sektor informal. Tentunya ini menjadi pengingat bagi BPJS Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerja (informal maupun informal) yang mampu mengiur berhak atas akses program jaminan pensiun.
Tantangan sustainabilitas Jaminan Pensiun sektor informal. BPJS Ketenagakerjaan bisa saja masih berhitung untuk mengimplementasikan JP bagi sektor informal. Menghitung kapasitas untuk kreatif dan inovatif agar dapat menjangkau dan menjaga keberlangsungan iuran sektor ini. Demikian halnya pemerintah, dituntut hadir bagi penduduk yang tidak mampu mengiur karena sakit, mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, berhenti bekerja, jatuh miskin, atau sebab hal lainnya. Kehadiran Pemerintah melalui 2 tindakan pokok, yakni pertama memberi bantuan iuran, atau, kedua membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk agar mampu membayar iuran, sejalan tuntutan asuransi sosial yang menghendaki partisipasi wajib iur penduduk.
Pengalihan Program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Program Pembayaran Pensiun dan Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun, Terabaikan
Pengalihan program-program tersebut memiliki kompleksitas yang tinggi. Pengalihan melibat dua entitas badan hukum yang berbeda karekteristiknya, BPJS Ketenagakerjaan representasi entitas publik, PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) representasi entitas privat. Selain tantangan kompleksitas hukum, juga ada tantangan resistensi dari para stakeholder yang telah mapan (establish) kepentingannya dengan program-program tersebut. Namun demikian tantangan tersebut tidak dapat menjadi alasan pembenar pemangku kepentingan untuk mengabaikan perintah Undang-undang. Setiap pengabaian perintah Undang-undang menutut pertanggunjawaban para pemangku yang terkait.
Edukasi Publik Jaminan Kesehatan Terabaikan
Perintah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial tidak sekedar merubah bentuk badan hukum penyelengara jaminan sosial, namun termasuk aspek kultur lembaga yang pro laba menjadi kultur pelayan publik. Edukasi publik jaminan kesehatan salah satu misi pelayanan yang terabaikan dalam implementasi transformasi PT Akes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan. Sebagai bukti, Perpres Jaminan kesehatan yang telah beberapa kali diubah, kemudian dicabut dengan Perpres 82/2018, tidak satu pasal pun yang mengatur pemenuhan hak edukasi publik jaminan kesehatan bagi peserta.
Edukasi publik faktor penentu keberhasilan penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Outcome edukasi publik adalah terwujudnya budaya jaminan sosial kesehatan di tengah masyarakat. Sebagaimana banyak ahli bersepakat aspek budaya/kultur, penentu keberhasilan disamping substansi dan struktur dalam sistem sosial dan hukum yang dibangun bersama.
Lebih lanjut regulatory issue perintah transformasi UU SJSN yang terabaikan hanya di Baroindo.id.
[1] Lihat Pasal 58 sampai dengan Pasal 64 UU BPJS.